Lakukan Ini Jika Anak Mengamuk Minta Beli Mainan di Depan Toko, Ampuh!


Randi menangis meraung-raung di depan etalase sebuah toko. Tangannya menunjuk-nunjuk ke sebuah mainan yang terpajang di etalase tersebut. Asri, sang Mama, sibuk membujuk putra cowok yang baru berumur 6 tahun itu.

"Randi, kan sudah punya mobil-mobilan seperti itu di rumah," ujarnya. Tapi Randi tetap meraung. Akhirnya, sambil menahan malu, karena semua orang menatap kejadian itu, Asri mengeluarkan 2 lembar uang ratusan ribu untuk membeli mobil-mobilan itu. Perasaannya mangkel sekali, sebab, anggaran belanjanya harus dikurangi untuk membeli sesuatu yang menurutnya tidak penting.

Sampai di rumah, alih-alih mendukung, Jaka, sang suami malah menyalahkan Asri. "Tak harus semua keinginan anak dituruti. Boros kan, jadinya? Lihat, tuh, di lemari, isinya mobil-mobilan semua."

"Mama sudah bujuk, tapi Randi tetap menangis, kan malu jadinya."

"Biar saja malu! Lagipula, malu sama siapa? Ibu-ibu yang ada di sana pasti juga sama perasaannya, merasa sayang jika uang dibelikan mainan terus menerus. Kamu harus tegas bilang tidak!"


Anak menangis, jangan selalu dituruti keinginannya
Mungkin Anda sering melihat kejadian semacam itu, bahkan barangkali mengalaminya. Bagaimana sikap yang Anda ambil, apakah "takluk" kepada si anak, atau justru menyeret si anak untuk pergi meninggalkan toko?

Beberapa penjelasan di bawah ini barangkali bisa membantu Anda menentukan sikap.

Pertama, sekilas, ucapan Jaka terasa sadis, ya? Tetapi, menurut saya, itu hal yang tepat. Ketika si anak merasa bahwa dengan menangis dan meraung tujuan akan tercapai, maka dia akan terus menggunakan siasat tersebut jika keinginannya ditolak. Jika kita nilai mainan itu tak perlu, kita harus menolak permintaan anak. Tetapi tentu tidak dengan membentak atau menyeret dengan kasar. Bujuk anak dengan tegas, namun tetap halus. Katakan, "Mama tidak punya anggaran beli mainan, meski Randi menangis, Mama tetap tak bisa membelikan." Lalu, dengan gerakan lembut tapi kuat, kita bisa gendong si anak keluar dari toko.

Kedua, sebenarnya masih ada cara mencegah raungan itu terjadi. Untuk anak seusia Randi, kita sebenarnya sudah bisa memberikan pengertian kepadanya tentang makna sebuah prioritas. Tetapi, ini bukan pekerjaan instan, melainkan sesuatu yang dilakukan secara terus menerus. Tanamkan pengertian tentang nilai sebuah uang, sulitnya mencari uang, dan upaya agar kita berhemat, alias tidak mudah menghamburkan untuk sesuatu yang tak bermanfaat.


Ketiga, bernegosiasilah dengan anak. Saya biasa melakukan semacam perjanjian dengan anak saat dia minta diajak ke tempat perbelanjaan. Misal, "boleh jajan, maksimal 2 item, harga maksimal Rp 10.000." Awalnya memang tidak mudah, tetapi lama-lama akhirnya mereka terbiasa untuk patuh pada perjanjian dan tidak terjebak menjadi pembeli spontan alias melakukan pembelian tanpa rencana.

Keempat, biasakan agar anak harus "berkorban" dahulu agar mendapatkan sesuatu. Ada seorang sahabat yang biasa memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk mengumpulkan point reward. Misal, ananda mau bangun pagi, kasih poin 5, makan sampai habis tak tersisa, poin 5. Menggarap PR, poin 10. Shalat tepat waktu poin 15. Poin tersebut dikumpulkan, dan bisa ditukar hadiah dalam jumlah tertentu. Misal, 1000 poin bisa ditukar mainan, 100.000 ditukar sepeda, dan sebagainya. Cara ini akan membuat anak termotivasi sekaligus melakukan sesuatu dengan rencana.

Itulah 4 hal yang bisa menjadi bahan perenungan jika mengalami hal seperti narasi di atas. Semoga bermanfaat.

Sumber

Comments

Popular posts from this blog

Berikut Negara Dengan Populasi Etnis Cina Terbesar Di Dunia! Indonesia Termasuk?

Widyawati Buka-bukaan Tentang Rahasia Awet Muda

Gak Nyangka! 6 Pelawak Ternama Ini Ternyata Beragama Kristen