Masuk Daftar Calon Menteri, Dahlan Iskan Alihkan Dukungan dari Jokowi ke Prabowo, Tak Ada Nama AHY
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Mantan Menteri BUMN yang juga bekas Bos Jawa Pos, Dahlan Iskan mendukung Prabowo Subinato di detik-detik jelang Pilpres 2019.
Ada alasan fundamental yang membuat Dahlan Iskan berpindahhaluan dari semula mendukung Jokowi pada Pilpres 2014, kini mendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.
Dahlan Iskan terang-terangan memberikan dukungan kepada PRabowo-Sandi saat mengawali acara pidato kebangsaan Prabowo Subianto di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).
Berikut alasan bekas Bos Jawa Pos itu berpindahhaluan ke Prabowo :
Awalnya, Dahlan Iskan mengatakan pada lima tahun lalu pernah mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi untuk maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014.
Namun, pada Pilpres 2019 ini, ia mengalihkan dukungan ke Prabowo Subianto, "Hari ini saya menjatuhkan pilihan kepada Pak Prabowo," ujar Dahlan.
Dirinya merasa tak puas dengan kinerja Presiden saat ini yang kembali mencalonkan diri, Joko Widodo.
Memberikan sambutan pembuka pada acara Pidato Kebangsaan Prabowo di Surabaya, Jumat (12/4/2019), Dahlan pun membeberkan sejumlah alasannya.
Ia mengaku pada pemilu 2014 silam, dirinya memang sempat mendukung Jokowi.
"Lima tahun yang lalu, saya mendeklarasikan besar-besaran mendukung Pak Jokowi. Saat itu, saya berharap banyak, Pak Jokowi memiliki program Revolusi Mental," kata Dahlan Iskan di atas podium.
Selain program revolusi mental, Dahlan juga cukup optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi di bawah pemerintahan Jokowi bisa melambung tinggi.
"Pak Jokowi sebelumnya juga punya program yang hebat yang dipercaya membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi," katanya kepada Tribunjatim.com.
"Sehingga, kami percaya saat itu akan membuat pendapatan perkapita menjadi $7000USD dari sebelumnya sudah 5000USD. Sayang, itu tak terlaksana," kata Dahlan yang juga mantan Menteri BUMN ini.
Ia juga membantah bahwa pilihan ini didasarkan pada nasib Dahlan Iskan selama lima tahun terakhir.
"Karena itu, saya hari ini menjatuhkan pilihan ke Pak Prabowo. Bukan karena nasib saya lima tahun terakhir. Itu saya ambil dengan risiko sebagai seorang pengabdi," katanya kepada Tribunjatim.com (grup SURYA.co.id).
Dahlan berani memberikan pilihan tersebut dengan segala konsekuensinya.
Gatot isi Pidato Kebangsaan Prabowo
Gatot Nurmantyo membandingkan anggaran TNI dan anggaran Polri yang dinilai tak sepadan. Anggaran TNI lebih kecil, sedangkan anggaran Polri besar.
Ia diberi kesempatan berpidato di hadapan para undangan Pidato Kebangsaan Prabowo Subianto. Saat itu, Gatot Nurmantyo menyampaikan sejumlah permasalahan terkait sektor nasional dan internasional.
Selain itu mantan Panglima TNI era Jokowi-JK itu juga mengkritik masalah pencopotan jabatan di struktur TNI.
Di sektor internasional, Gatot Nurmantyo menekankan soal global citizen atau penduduk global yang harus diwaspadai.
Gatot Nurmantyo hadir di acara pidato kebangsaan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).
Gatot diberi kesempatan berbicara seusai Prabowo menyampaikan pidato kebangsaannya.
Mengawali pidatonya, Gatot mengungkapkan alasan kenapa dirinya hadir dalam acara tersebut.
Ia mengatakan, Prabowo meminta dirinya hadir melalui telepon untuk berbicara terkait beberapa permasalahan yang tengah dihadapi bangsa ini.
"Saya datang ke sini tidak ada lain karena Merah Putih, negara dan bangsa memanggil, untuk negara dan rakyat Indonesia, atas telepon dari beliau, Pak Prabowo, meminta saya hadir untuk bicara masalah kebangsaan di sini," ujar Gatot Nurmantyo.
Hadir dalam pidato kebangsaan tersebut para petinggi Badan Pemenangan Nasional (BPN) antara lain, Fuad bawazier, Dahnil Anzar Simanjuntak, Sudirman Said, Sufmi Dasco Ahmad, Ahmad Riza Patria, Eddy Soeparno dan Priyo Budi Santoso.
Selain itu hadir pula beberapa tokoh nasional antara lain mantan menteri BUMN Dahlan Iskan, mantan menteri koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli, mantan ketua KPK Bambang Widjojanto, mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, mantan wakil menteri Pertahanan (Wamenhan) Syafrie Sjamsoeddin dan mantan wakil gubernur Jawa Tengah Rustriningsih.
Pidato Prabowo kali ini merupakan pidato kebangsaan keempat yang digelar selama masa kampanye Pilpres 2019.
Sebelumnya, pada 14 Januari 2019 Prabowo menyampaikan pidato kebangsaan di Jakarta Convention Center (JCC).
Pidato kebangsaan yang kedua digelar di Grand Ballroom Hotel Po, Semarang, pada 15 Februari 2019.
Kemudian pidato kebangsaan yang ketiga diadakan di Kampus Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Jumat (8/3/2019).
Gatot Nurmantyo idolakan Prabowo
Gatot Nurmantyo mengidolakan sosok Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto.
Di mata Gatot Nurmantyo, Prabowo merupakan sosok yang selalu berhasil memimpin kesatuan di TNI. Itu membuat Gatot kagum kepada Prabowo.
Namun, pada Pilpres 2019 ini, Gatot mengaku masih pakewuh antara mendukung calon petahana, Joko Widodo ( Jokowi) atau Prabowo.
Gatot lalu memberikan alasan saat diwawancarai presenter TV One.
Sekadar diketahui, sudah banyak purnawirawan TNI menunjukkan arah dukungan politiknya ke salah satu kubu yang berkompetisi di Pilpres 2019.
Namun, Gatot Nurmantyo sampai saat ini masih belum menentukan arah dukungannya alias netral. Tidak seperti yang dilakukan oleh senior-seniornya.
Hal itu dilakukan Gatot Nurmantyo lantaran merasa memiliki hubungan baik dengan kedua capres, Jokowi atau Prabowo.
Calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo adalah sosok yang telah melantik Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI.
Gatot merasa 'tidak etis' jika harus berseberangan dengan Jokowi.
"Saya kurang lebih satu tahun pensiun dari Panglima TNI," kata Gatot saat wawancara di Kabar Petang TV One yang diunggah di Youtube, Rabu (10/4/2019).
"Pada saat saya menjabat Kepala Staf Angkatan Darat, yang melantik saya sebagai Panglima TNI adalah Pak Jokowi."
"Saya pikir dalam kondisi seperti ini, tidak etis kalau saya berseberangan dengan kubunya pak Jokowi," imbunya.
Di sisi lain, Gatot saat menjadi prajurit TNI juga mengaku mengidolakan sosok Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Menurut Gatot, Prabowo adalah sosok yang selalu berhasil memimpin kesatuan di TNI.
Sehingga, ia kagum pada Prabowo dan 'tidak enak' jika harus bertentangan dengan sosok yang dikagumi.
"Saya adalah prajurit TNI, saat saya masih berpangkat mayor, kapten, saya jujur mengidolakan sosok seorang Prabowo Subianto," kata Gatot.
"Beliau kalau memimpin di satu kesatuan, ada hal yang selalu berubah."
"Yaitu profesionalisme prajurit, peningkatan kualitas satuan dan kesejahteraaan prajurit itu ciri khasnya."
"Dan kalau beroperasi tidak pernah gagal"
"Orang yang saya idolakan kemudian kok saya betentangan kan tidak enak kan," ungkapnya.
Alasan lain yang membuat Gatot Nurmantyo tak memihak salah satu kubu adalah karena faktor keluarga.
Gatot mengaku ingin istirahat di rumah dan momong cucu.
"Di samping itu, kalau saya ikut ke salah satu kubu, saya harus keliling kampanye kan."
"Padahal saya sudah janji mau santai momong cucu."
"Tapi datang ke TPS."
"Karena saya masih bingung, biarlah nanti saya di bilik mudah-mudahan saya tidak bingung," katanya.
Simak video selengkapnya di bawah ini.
Beber orang haus kekuasaan
Gatot Nurmantyo memperjelas pernyataannya tentang 'orang yang haus kekuasaan' dalam captionnya di video purnawirawan AM Hendropriyono
Seperti diketahui, Gatot Nurmantyo mengunggah video pernyataan purnawirawan AM Hendropriyono soal Pilpres 2019 disertai dengan caption "Jangan lupakan sejarah dan jangan mau dipecah belah sama orang2 yang haus kekuasaan !!!!,"
Penjelasan Gatot tentang captionnya itupun diungkap dalam wawancara dengan Kabar Petang tvOne, Rabu (11/4/2019) malam.
Mulanya, penyiar tvOne Tysa Novenni bertanya soal komentar Gatot Nurmantyo dalam pernyataan purnawiran Hendropriyono di Instagram pada Jumat (29/3/2019) lalu.
"Ada juga statemen dari Hendropriyono bahwa sebetulnya kontestasi Pilpres 2019 ini bukan soal 01 dan 02 tapi soal ideologi antara soal Khilafah dan Pancasila," ujar Tysa.
"Saya mencatat di sosial media begini. 'Jangan lupakan sejarah dan jangan mau dipecah belah sama orang-orang yang haus kekuasaan' ketika bapak mengomentari soal video itu gimana?," tambahnya.
Gatot lalu memberikan jawaban bahwa pernyataan Hendropriyono bisa membuat rakyat yang pada pemilu 2014 telah terpecah, kembali terpisah.
"Jadi mari kita lihat situasi politik kita secara keseluruhan dengan secara obyektif, jangan mengecap satu sebelah sini satu sebelah sini," jawab Gatot.
"Tahun 2014 kita sudah terpisah karena kontestasi sama saja dan jangan membuat kita terpisah lagi. Dan ini bukan merupakan solusi justru menambah permasalahan."
"Dalam kondisi seperti ini jangan justru dipecah demi kepentingan politik-politik tertentu," tuturnya.
Tysa lalu kembali menegaskan soal siapa yang dimaksud haus kekuasaan pada pernyataan Gatot tersebut.
"Yang haus kekuasaan siapa pak? Yang cukup menarik 'orang-orang yang haus kekuasaan' di situ siapa pak?," tanya Tysa.
Gatot lalu menjawab orang yang haus kekuasaan adalah orang yang ingin sekali menang.
"Yang pengin menang, dengan mempolitisasi ini kan menyudutkan sesuatu," jawabnya.
"Dua-duanya pengin menang lo pak," tegas Tysa kembali.
"Lah yang komentar itu dari mana, gitu saja," jawab Gatot sambil tertawa.
Mendengar pernyataan dari Gatot, Tysa pun ikut tertawa.
Sebelumnya, mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) mengunggah video purnawirawan AM Hendropriyono yang berbicara di depan massa. Isinya Pilpres 2019 bukan soal Jokowi vs Prabowo, tapi Pancasila vs Khilafah.
Gatot Nurmantyo mengunggah video tersebut di akun Instagramnya, @nurmantyo_gatot, pada Jumat (29/3/2019). Gatot juga mengunggah link berita pernyataan Hendropriyono itu dari berita sebuah portal.
Dalam pembicaraannya itu, Hendriyopono mengatakan bahwa saat ini Pilpres bukan hanya soal capres Jokowi dan Prabowo saja.
"Pertempuran bukan sekedar pertempuran Prabowo dengan Jokowi," ujar Hendriyopono melalui video.
"Tapi pertempuran antara merah putih dengan bendera hitam, antara Pancasila dan Khilafah, maka hari ini kita datang ke sini untuk menolak mereka."
"Bahkan menolak dari proses demokratisasi domain yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019, jadi saya minta kepada seluruh bangsa, pada seluruh anak bangsa tolak gerombolan yang telah mengotori Pilpres 2019 nanti, kalau ini ditolak kami akan turun, dan tolak."
Hendriyopono juga mengomentari soal adanya ide putihkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sering didengungkan.
"Aksi konsentrasi seperti di masjid, kemudian ada ide untuk membangun dapur umum, ada instruksi untuk memutihkan TPS, ini salah satu bentuk teroris, teror pada bangsa ini," ujar Hendriyopono.
Mengomentari pernyataan Hendiyopono, Gatot memberikan peringatan.
"Jangan lupakan sejarah dan jangan mau dipecah belah sama orang2 yang haus kekuasaan !!!!," tulis Gatot.
Gatot Nurmantyo Geram Namanya Tercatut Berita Hoax
Gatot Nurmantyo geram lantaran namanya tercatut dalam berita hoax yang tersebar via whatsapp (WA)
Gatot Nurmantyo mengunggah sejumlah foto capture berupa pesan berantai di whatsApp (WA) melalui akun twitternya @Nurmantyo_Gatot, pada Senin (4/3/2019).
Gatot Nurmantyo menyebut, sejumlah foto capture berupa pesan berantai via WhatsApp yang diunggahnya tersebut merupakan pesan-pesan yang berisikan informasi hoax.
Pesan berantai via WhatsApp itu membuat Gatot Nurmantyo berang lantaran namanya disebut-sebut di dalamnya.
Pesan tersebut berisi jika negara Indonesia hanya kuat berperang dan bertahan selama 3 hari, hingga disebut Indonesia tak bisa membayar hutang-hutang kepada negara China.
Gatot Nurmantyo mengatakan, informasi hoaks yang mencatut namanya melalui pesan berantai via WhatsApp itu merupakan bentuk ujaran kebencian.
"Beredar pesan di Whatsapp yang mengatasnamakan saya. Saya tegaskan, informasi ini bukan dari saya! Ini adalah HOAX! Mohon kiranya untuk berhenti menyebarkan pesan-pesan ujaran kebencian seperti ini," katanya.
Dalam pesan berantai itu benar adanya jika pesan tersebut mencatut nama Gatot Nurmantyo.
Dalam pesan itu berisi China akan menguasai Indonesia lantaran pemerintah Indonesia menjual aset-aset milik Indonesia ke China.
Selain itu, misi China bukan mengamankan aset bekas Indonesia melainkan ingin menguasai negara Indonesia.
Daftar calon menteri Prabowo-Sandi
Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyebut sederet nama calon menteri di bawah kabinetnya kelak.
Di dalam deretan nama tersebut, A sejumlah nama tenar di kancah politik dan pemerintahan selama ini.
Bahkan, beberapa di antaranya juga merupakan mantan Menteri di era kabinet Presiden Joko Widodo hingga sejumlah presiden sebelumya.
Mereka juga hadir di forum Pidato Kebangsaan oleh Prabowo: "Indonesia Menang Bersama Tim Prabowo-Sandi " di Surabaya, Jumat (12/4/2019). (bob)
Berikut Deretan Nama Calon Menteri Prabowo-Sandi :
- Bambang Widjojanto (Ex Wakil Ketua KPK)
- Alex Yahya Datuk (Ex Kabid Investasi HIPMI)
- Bambang Susanto Priyohadi (Ex Staf KhusuMenko Maritim)
- Bembi Uripto (Deputi Bappenas Bidang SDA)
- Budi Djatmiko (Ketua Umum APTISI)
- Chusnul Mariyah (Ex Komisioner KPU)
- Dahlan Iskan (Ex Menteri BUMN)
- Erwin Aksa (Dirut Bosowa)
- Ferry Mursidan Baldan (Ex Menteri Pertahanan)
- Firmansyah (Rektor Paramadina)
- Gamal Albinsaid (CEO Indonesia Medika)
- Lily Sriwahyuni S (Staf Khusus Kemenkes)
- Mochtar Niode (Ahli Mobil Listrik)
- Natalius Pigai (Ex Anggota Komnas HAM)
- Otto Hasibuan (KDP Peradi Kadin)
- Rizal Ramli (Ex Menko Maritim)
- Rustika Tamrin (Psikolog UI)
- Rocky Gerung (Filsuf UI)
- Said Didu (Ex Sekretaris Kementerian BUMN)
- Salim Said (Ahli Strategi Militer)
- Sjafrie Syamsuddin (Ex Wamen Pertahanan)
- Sudirman Said (Direktur Menteri BPN)
- Sujana Royat (Ex Deputi Menkokesra)
- Sehendra Ratu Prawinegara (Ex Staf Khusus Menteri PU)
- Teguh Santosa (CEO Rakyat Merdeka)
- Tri Hanurita (Ex Komisaris Indika)
- Wisnu Wardhana (Ex Dirut Indika Energy)
- Eddy Suparno (Sekjen PAN)
- Priyo Budi Santoso (Sekjen Berkarya)
- Mulfachri Harahap (Wakil Ketua Komisi III DPR RI)
- Amir Syamsudin (Ex Menteri Kemkumham)
- Ustad Yusuf Martak (Ketua GNPF Ulama)
- Fadli Zon (Wakil Ketua DPR)
- Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR)
- Ahmad Riza Patria (Wakil Ketua Komisi II DPR RI)
- Fari Djemy Francis (Ketua Komisi V DPR RI)
- Dede Yusuf (Ketua Komisi IX DPR RI)
- Soepriyatno (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI)
- Tedjo Edhy Purdijatno (Ex Menko Polhukam)
- Imam Sufaat (Ex KASAU)
- Arifin Seman (Direktur BPN)
- Bambang Haryo Soekartono (Anggota KomV DPR RI)
- Dahnil Anzar Simanjuntak (Koordinator Jubir BPN)
- Damayanti Hakim Tohir (Ketua Kadin)
- Dian Islamiati Fatwa (Wartawan Senior)
- Didik J Rachbini (Pendiri Indef)
- Dirgayuza Setiawan (Ex Mckinsey, Lulusan Oxford)
- Drajat Wibowo (pendiri Indef)
- Fuad Bawazier (Ex Menteri Keuangan)
- Glenny Kairupan (Direktur Penggalangan BPN)
- Hanafi Rais (Wakil Ketua Komisi I DPR RI)
- Harryadin Mahardika (Ex Direktur MM MBA UI)
- Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Politik Ekonomi)
- Irawan Ronodipuro (Direktur Luar Negeri BPN)
- Kardaya Warnika (Ex Kepala BP Migas)
- Laode Kamaluddin (Rektor Unissula)
- Nanik S Deyang (Wakil Ketua BPN)
- Putra Jaya Husin (Ex Wakil Ketua Komisi V DPR RI)
- Rachmat Pambudy (Komut PT PPI)
- Rahayu Saraswati (Anggota Komisi VIII DPR)
- Rauf Purnama (Dirut Berau Nusantara)
- Rustriningsih (Ex Wagub Jawa Tengah)
- Said Iqbal (Ketum KSPI)
- Sufmi Dasco Ahmad (Anggota Komisi III DPR)
- Thomas Djiwandana (Bendahara BPN)
Comments
Post a Comment